RAUT wajah Pudjo Sumedi (67) tampak sumringah setelah menerima Penghargaan Bahasa dan Sastra Prasidatama 2015 dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah untuk kategori Tokoh Pegiat Bahasa dan Sastra Jawa, di Universitas Diponegoro (Undip) kampus Tembalang, Semarang, baru-baru ini. Perjuangannya bersama sejumlah orang di Yayasan Carablaka semenjak lima tahun lalu tidak sia-sia. Bahasa ngapakyang kerap dipandang sebelah mata oleh masyarakat Jawa kebanyakan ternyata mendapat perhatian dari pemerintah. ”Masyarakat Banyumas harus punya kebanggaan pada bahasa Jawa ngapak. Tradisi tulis ragam dialek ini masih sangat minim, karena selama ini berkiblat ke Solo dan Yogyakarta. Ancas ingin menjembatani hal itu,” kata mantan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Jakarta, itu. Harus pergi-pulang Jakarta-Banyumas setiap pekan tak menyurutkan langkah bapak empat anak dan 13 cucu ini untuk mengurus majalah yang terbit kali pertama pada 6 April 2010 itu.
Setiap Senin, ia harus mengajar di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, sedangkan Selasa hingga Kamis ia mengajar di Pascasarjana Uhamka. Kereta Purwokerto-Jakarta tak ubahnya kamar tidur bagi pria yang tinggal di Jalan Pramuka No 20 Banyumas ini. Di sela kesibukan dan wara-wiri itu, ia menyempatkan diri menulis untuk majalah yang untuk kebutuhan editing dan pracetak ditangani oleh lima orang tersebut. Melobi Bupati Sastrawan Ahmad Tohari merupakan pemimpin redaksi di majalah dengan slogan ”Kalawerta Panginyongan” tersebut, sedangkan Pudjo adalah pemimpin umum. Dengan tiras per bulan 3.500 eksemplar, Ancas memiliki area distribusi Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara. Setiap bulan, pengelola juga memenuhi permintaan pengiriman ke Semarang, Bali, Kalimantan, Papua, Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan Lampung. Untuk mencapai tiras dan area edar tersebut, Pudjo mengaku tidak mudah. Ia harus melobi sejumlah bupati dan dinas terkait. ”Memang pasar utama adalah dinas dan sekolah,” kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedubes RI untuk Arab Saudi pada 2000-2004 itu. Karena lobi itu pula, kantor Ancas yang ditempati saat ini merupakan pinjaman dari Bupati Banyumas.
Menurut Pudjo, memilih memakai bahasa Jawa ngapak bukan alasan untuk tidak mengikuti tren dan perkembangan terkini. Karena itu, pihaknya terus mengikuti berita terkini. ”Harian Suara Merdeka adalah salah satu referensi kami untuk menentukan topik utama,” kata dia. ”Bumi Nyukupi Pangane Menungsa” adalah laporan utama Ancas terbitan Oktober 2015 ini. Dalam rubrik ”Wigati” di halaman 4 dan 5 dipaparkan mengenai ”Pengetan Hari Pangan Sedunia, Madhang Ora Kudu Mangan Sega”.
Disebutkan antara lain, ”Anane pengetan Hari Pangan Sedunia taun kiye kudune bisa dadi pepeling lan kawigaten tumrap kabeh bangsa Indonesia… Angger ana wong kecingkrangan sing ora teyeng nyukupi kebutuhan pangan, pemrentah kudu bisa aweh pambiyantu…” (Peringatan Hari Pangan Sedunia tahun ini seharusnya bisa jadi pengingat dan perhatian untuk bangsa Indonesia… Setiap ada orang kesulitan dan tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan, pemerintah harus bisa memberi bantuan). Majalah setebal 46 halaman itu memberi ruang memadai untuk sastra Jawa pada ”Cerkak”, ”Guritan”, dan ”Cerita Sesambung”, pembelajaran menulis aksara Jawa pada ”Sinau Aksara Jawa”, juga keluhan warga pada ”Urun Rembug”. Ada pula ”Cewilan Kamus Banyumas-Indonesia” yang memberi penjelasan arti kata dalam ragam bahasa Jawa ngapak. Pudjo menyatakan, untuk menggandeng lebih banyak kaum muda, Ancas tidak akan lelah berinovasi. ”Konten kami dekatkan dengan anak muda, seperti perwajahan dengan warna cerah dan foto yang menarik. Teks juga menjadi lebih sedikit karena halaman lebih dialokasikan untuk foto,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar